Selasa, 21 Agustus 2012

Pemurnian Pada Pembuatan Biodiesel

Oleh: Yudhistira Abdi Atmanegara
Mahasiswa FMIPA Unlam Banjarbaru
(Artikel 2007 silam, yang diterbitkan di Banjarmasin Post)
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya sumber daya hayati dan menempati urutan kedua di dunia setelah Brazil. Jika ditambah dengan keanekaragaman hayati lautnya, Indonesia menjadi nomor satu di dunia. Maka, sangat ironis ketika bangsa ini terus mengalami keterpurukan di segala bidang kehidupan.
Cadangan energi fosil di Indonesia semakin berkurang, sedangkan kebutuhannya terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan industri. Sementara itu kita ketahui, minyak bumi merupakan hasil dari proses evolusi alam yang berlangsung selama ribuan bahkan jutaan tahun lalu dan merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Tidak salah jika banyak ahli memperkirakan, pada 10 tahun mendatang kita yang dikenal sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) berubah menjadi negara pengimpor.
Untuk mengatasi hal itu, keberadaan bahan bakar alternatif (BBA) sangat diharapkan. Salah satu BBA yang aman terhadap lingkungan adalah yang berasal tumbuhan/hewan, lebih dikenal dengan istilah biodiesel. Produksi biodiesel dapat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi minyak atau asam lemak dengan alkohol (metanol/etanol) dan beberapa katalis.
Biodiesel di Indonesia sekarang memang masih sebagai campuran pada solar, yaitu sebesar 5 % – 30 % (B5 dan B30). Tetapi ini sudah dapat menghemat penggunaan solar di Indonesia. Bayangkan saja apabila setiap tahun negara mengonsumsi 25 juta kiloliter solar, maka dengan adanya biodiesel lima persen saja negara dapat menghemat solar sebanyak 1,25 juta kiloliter per tahun. Apalagi jika biodiesel yang digunakan 30 persen.
Pada dasarnya, biodiesel mampu menggantikan solar 100 persen tanpa harus memodifikasi mesin diesel. Hal ini karena sifat biodiesel sendiri yang hampir sama dengan solar, baik kekentalan, berat jenis, bilangan asam, kadar air maupun angka centananya sehingga tidak merusak mesin.
Pada pembuatan biodiesel, sebelum bahan baku (trigliserida) ditransesterifikasi dilakukan beberapa tahap pemurnian (refining). Tahap ini dimaksudkan untuk menghilangkan berbagai bahan yang tidak diinginkan seperti fosfatida, asam lemak bebas, lilin, tokoferol, zat warna dan zat pengotor lainnya yang dapat memperlambat reaksi. Tahap pemurnian ini terdiri atas proses degumming, netralisasi, pemucatan (bleaching) dan deodorasasi.
Proses degumming dimaksudkan untuk menghilangkan getah atau lendir yang terdiri atas fostatida, protein, residu, karbohidrat dan air tetapi tidak dapat mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Fostatida pada minyak kelapa sawit (CPO) sebesar 0,60 persen. Fosfatida akan membuat minyak menjadi gelap (turbid) selama penyimpanan dan mengakibatkan berkumpulnya air pada produk ester. Biasanya pemisahan ini dilakukan dengan menambah air pada suhu 60-90 derajat Celsius dan diikuti sentrifugasi (pemusingan), kemudian ditambahkan larutan asam seperti asam fospat.
Deasidifikasi dilakukan untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa sehingga membentuk sabun. Proses ini dimaksudkan untuk mencagah bau tengik pada produk.
Pemucatan (bleaching) dan deodorisasi untuk menghilangkan zat warna dan bahan berbau dari bahan berlemak. Pemucatan dilakukan dengan mencampurkan minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah pemucat (bleaching earth), bentonit, lempung aktif, arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia. Pemucatan ini merupakan cara konvensional dan proses pemurnian secara fisik. Pada proses pemucatan menggunakan adsorben, akan menyerap zat warna dari senyawa karoten, karotenoid, xantrofil dan klorofil.
Selain itu, pemucatan dapat mengurangi zat pengotor baik yang berasal dari minyak itu sendiri seperti protein, sterol, tokoferol, hidrokarbon, asam lemak bebas, peroksida dan sebagainya maupun zat pengotor akibat dari proses ekstraksi minyak dari tumbuhan. Pemucatan yang sering digunakan adalah gabungan dua adsorben seperti arang aktif dan bentonit dengan perbandingan 1:0 sampai 1:20. Sedangkan untuk proses penghilangan bau atau deodorisasi dapat dilakukan dengan cara distilasi uap.
Setelah pemurnian, bahan baku (trigliserida) dapat langsung diproses menjadi biodiesel. Diharapkan dapat menghasilkan produk biodiesel yang ramah lingkungan. (yudhistira_chemist3@yahoo.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar